Beranda » Sosok » Florasta Barista: Life Must Go On

“Waktu itu adalah lingkaran nasib tanpa henti. Siang-malam, pagi-petang, sepanjang tahun tak pernah rehat. Dalam setiap kesempatan putaran nasibnya, selalu terjadi tiga kemungkinan. Paralel, Bergerak, Serentak.” – Tere Liye

“Berhenti merasa kamu begitu kecil. Kamu adalah alam semesta yang bergembira.” – Jalaludin Rumi

Petuah bijak di atas adalah tentang ‘waktu dan potensi diri’. Bagaimana semestinya ia dimaknai dan digunakan secara efektif dan produktif. Banyak orang boleh mengetahuinya, namun hanya sedikit yang bisa menjalaninya. Dan dari yang sedikit itu, kita boleh memeluk ketekunan, keuletan, kegigihan dan kesabaran yang mereka munculkan dalam tindakan dan membawanya pada pikiran dan tindakan kita juga.

Sore menjelang Magrib, seperti biasa, Bukit Amelia di utara Kota Labuan Bajo mulai didatangi pengunjung. Gugusan perbukitan di kawasan ini memang memberikan pemandangan yang mempesona. Sejatinya, ada beberapa bukit di wilayah utara kota Labuan Bajo ini, namun Bukit Amelia yang menjadi favorit karena memiliki puncak paling tinggi. Dari titik tringulasinya yang menghadap ke utara, kita bisa menikmati hamparan punggung bukit yang diselimuti rumput savana dan barisan pohon lontar yang tumbuh berjarak.

Sisi timurnya menawarkan pemandangan lengkungan teluk yang tenang dengan hamparan bakau pada garis pesisirnya, serta badan jalan yang membelah kaki bukit dan pantai. Juga menjadi jalur lintasan pesawat ketika terbang dan mendarat ke arah Selatan. Sebelah baratnya menyajikan pemandangan matahari terbenam yang memanjakan mata. Orang akan duduk di batu-batu, mengamati dan menikmati matahari yang perlahan tenggelam, lalu menyisakan cahaya jingga yang menawan, memberi bayangan pada permukaan laut  tempat kapal-kapal mengapung. Bukit Amelia merupakan salah satu sunset view point terbaik.

Di kaki bukit itu, disalah satu sudut yang berdekatan dengan tempat kendaraan-kendaraan pengunjung diparkir, sebuah sepeda motor bebek memikul gerobak. Di laci-laci kecilnya berjejer toples berisi bubuk kopi, susu cair, gula, dan termos air. Pada laci yang lain, sebuah kompor portable tersimpan rapi, juga cangkir sekali pakai, dan peralatan seduh kopi. Sebuah kotak pendingin disimpan dibawah, disebelah ban depan, tempat beberapa botol minuman direndam dalam batangan es. “Kopi Tuk”, demikian gerobak sepeda motor itu digantungi label nama.

“Mau arabika? Robusta? “, sebuah tawaran yang saya dengar sesaat setelah memarkirkan sepeda motor persis disamping gerobak itu. Seorang pria paruh baya berkulit legam, berambut ikal panjang yang diikat kebelakang terlihat sibuk menunjukkan beberapa pilihan jenis kopi sembari tersenyum menunggu respon pria muda yang berdiri didepannya.

“Arabika saja, om”, jawab pelanggan tersebut, lalu ia pun bergegas menyiapkan pesanan. Setelah mendapati secangkir arabikanya, laki-laki muda itu berjalan menuju ke sebuah bangku kayu yang sudah disipakan disebelah gerobak.

“Hei adik, mari sudah”, sapanya ramah dan penuh senyum ketika saya mendekat. Seperti biasa, aura penuh semangat terpancar jelas dari wajahnya. Setelah memesan kopi, kami lalu terlibat dalam obrolan panjang dan menyenangkan.

Agustinus Surban Puka, seorang pemandu wisata senior di Labuan Bajo. Beliau senior saya di DPC HPI Manggarai Barat. Spesialisnya Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman. Usianya sudah lebih dari setengah abad, namun semangatnya masih menyala. Penampilannya selalu nyentrik. Rambut keriting panjang, kadang diikat, kadang juga ditata rapi dengan bandana.

Sebelum Covid-19 melanda dunia hingga memporak-porandakan pariwisata, Om Agus (sapaan akrabnya) jarang dijumpai di Labuan Bajo. Ia menjelajah kebanyak tempat, membawa wisatawan berlayar dari Bali, Lombok, hingga Taman Nasional Komodo, lalu menyusuri eksotisnya daratan Flores. Namun sejak pandemic datang, hidup dalam sektor pariwisata menjelma sebuah mimpi buruk. Puluhan pesanan perjalanan wisata dibatalkan seketika. Tidak ada orang yang mau berlibur. Bayangan akan musim ramai wisata tahun 2020 mendadak sirna. Covid-19 datang tanpa memberi aba-aba. Kehidupan akhirnya menyisakan dua pilihan, meratapi keadaan atau ‘life must go on’ dengan semangat mencari berkat dalam bencana.

Pun demikian dengan Agus Puka. Tak mau lama-lama berada dalam ketidakpastian. Ia mulai berpikir apa yang bisa dilakukan. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Beberapa waktu, ia terlibat di pengerjaan proyek pembangunan fasilitas wisata Goa Batu Cermin. Hingga suatu waktu, ia mendapat ide untuk memberdayakan kembali sepeda motornya yang sudah tua.

“Saya melihat, semua kita di sini pecinta kopi. Setiap hari kita minum kopi. Bagaimana kalau saya menjual kopi keliling saja?”, cerita Om Agus mengenai bagaimana ia memulai usahanya. Ia lalu menyusun konsepnya dan menerjemahkannnya kedalam bentuk yang paling relevan dia bisa lakukan. Dia membuat gerobak sendiri. Ia belajar meracik kopi dari tontonan di youtube, lalu ia melabeli dagangan kopi kelilingnya dengan “Florasta Barista”.

“Tentang kopi, saya belajar otodidak saja. Belajar sambil bekerja, bekerja sambil belajar”, jelasnya dengan tertawa. “Florasta Barista itu nama yang saya pilih. Walau bukan barista profesional, namun saya melayani pelanggan saya dengan prinsip pelayanan prima”, tambahnya lagi. Hingga sejak ia memulai hari pertamanya sebagai pedagang kopi keliling, ia bersyukur ternyata banyak orang yang merespon baik. 

“Awalnya saya nongkrong di sebuah tempat proyek, ternyata banyak yang beli. Mereka borong semua. Lalu darisitu, saya semakin semangat”, ceritanya.

Seiring berjalannya waktu, Agus Puka pelan-pelan belajar, mensiasati kekurangan yang ada hingga melengkapi kebutuhan dagangan. Ia terus berupaya untuk menaikkan kualitas dan kuantitas penjualan. Ia merapikan desain dan kemasan, membeli payung untuk gerobak, menyediakan speaker kecil untuk musik, dan lampu tenaga surya untuk penerangan malam.

Pada dinding gerobak ia tulis “Kopi Tuk”.

“Itu untuk memancing orang-orang bertanya, apakah bubuk kopi yang saya gunakan benar-benar dari biji yang ditumbuk? Nah, di situ saya akan bercerita. Saya suka bercerita, suka bertemu orang, dan dengan menjual kopi keliling begini, saya jadi punya banyak teman bertukar cerita”, ungkapnya.

Ketika berdagang, tentu saja segala bentuk kreativitas harus diberdayakan. Yang utama adalah bagaimana kita bisa berkomunikasi kepada pelanggan. Kopi adalah salah satu pemantik cerita yang baik. Tapi bagi Om Agus, bukan hanya kopi, ia juga menggunakan musik sebagai medium berkomunikasi dengan pelanggannya.

“Kalau berhenti di sebuah tempat, saya suka putar musik Reggae. Ternyata banyak orang yang suka bahkan ikut bergoyang”, katanya.

Setiap kali berjualan, Agus Puka juga menyediakan karung sampah. Ia selalu menginformasikan dan mengingatkan kepada setiap pelanggannya untuk mengembalikan cangkir kopi yang mereka pakai dan dibuang langsung didalam karung yang ia bawa.

Bayangan tentang gairah pariwisata setelah Pandemic belum menjadi prioritas seorang Agus Puka. Bahkan rencana untuk kembali aktif dalam dunia wisata masih belum ia pikirkan. Saat ini, ia sedang bersemangat dan fokus untuk mengembangkan usaha dagangan kopi kelilingnya.

“Untuk sementara, saya masih fokus kembangkan ini dulu. Kalaupun nanti pariwisata kembali pulih, lihat nanti. Tapi sekarang, saya menikmati pekerjaan ini”, jelasnya.

Hari pun sempurna gelap. Sungguh menyenangkan sekali obrolan kami sejak sore tadi, mendengarkan kisah-kisah inspiratif dari seorang Agus Puka. Bagimana ia bersiasat, merespon perubahan situasi. Ditemani secangkir Robusta Manggarai dari olahan tangan kreatif laki-laki eksentrik ini, kami menikmati malam, ditemani alunan Bob Marley yang meneriakkan Redemption Song. 

“Lakukan apa yang bisa kita lakukan hari ini, jangan menunggu besok. Gengsi menghambat kita berkembang dan mencoba hal baru. Padahal kita hanya perlu mencoba, selanjutnya akan terbuka jalan. Bila bukan jalan untuk hal yang kita coba, mungkin jalan untuk hal lainnya” – Agus Puka

Foto: NM Bondan | Narasi: Boe Berkelana

2 komentar

  • Terima kasih banyak Bang . Sesungguhnya saya juga tidak pernah menyangka akan begini jadinya. Saya hanya berprinsipkan mencari rezki saja . Tuhan membukakan pintu rezki ini buatku yang mana juga rezki buat semua pihak yang telah mensuport kami . Ampas Kopi itu masih ada aroma sedap .. dan masih bisa digunakan pada hal lain ..

    Salam Ampas Kopi Tuk

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi.

Komentar Anda* Nama Anda* Email Anda* Website Anda

Kontak Kami

Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.