Beranda » Kuliner » Kokor Gola: Cerita Orang Manggarai Membuat Gula Merah

Beberapa waktu lalu, sebuah video singkat beredar di beberapa grup Whatsapp. Sebuah video nyanyian satu bait lagu diiringi petikan gitar dengan lirik dalam bahasa Manggarai yang menarik.

Sungguh Santik Wajahmu Ikeng
Sungguh Cantik Wajamu, Nona

One Piha Gau Hale Mai?
Kapan Dikau Datang?

Ape Pande Ame Gau Hale?
Ayahmu Sedang Apa?

Ame Gaku Kokor Gola
Ayahku Sedang Kokor Gola

Demikian liriknya dalam Bahasa Manggarai dialek Kampung Kolang. Bahasa Manggarai sesungguhnya memiliki banyak sekali ragam dialek, termasuk saya sendiri menggunakan dialek Matawae dari Kecamatan Sanonggoang. Dalam terjemahan bait lagu diatas, Sang lelaki memuji kekasihnya dan menanyakan kabar kekasihnya tersebut, sekaligus menanyakan kabar ayahnya. Ia pun memberitahu bahwa ayahnya sendiri sedang Kokor Gola.

Apa itu Kokor Gola?

Secara bahasa Kokor bermakna memasak dan Gola yang berarti Gula. Namun secara istilah, makna Kokor Gola adalah aktivitas memasak Air Nira yang disadap dari Pohon Enau menjadi gula merah. Di Manggarai Barat, wilayah Kolang memang dikenal sebagai sentra produksi Gula Merah. Oleh sebab itu ada sebutan ‘Gola Kolang’. Di Kampung Kolang, aktivitas Kokor Gola adalah keseharian tanpa jeda. Dan Pohon Enau adalah pohon di mana nira disadap lalu dengan segenap ketekunan merubah nira itu menjadi gula merah yang manis rasanya dengan segala khasiatnya.

Selain Kokor Gola, sebutan-sebutan lain seputar aktivitas produksi gula merah yang menjadi kosa kata sehari-hari adalah pante minse, la’it gola, raping rana, dan lain sebagainya. Begitupun dengan wajan, sendok kayu, wadah/mall untuk menampung cairan gula yang sudah masak, semua memiliki ragam penyebutan. Pun di Kolang, ada syair-syair tertentu yang khusus dibuatkan untuk sadap nira, lagu-lagu yang dinyanyikan saat tewa raping. Tidak hanya dikenal sebagai sentra pembuatan gula merah dan arak lokal sopi, orang Kolang juga penuh dengan keramahan yang sering disebut dengan ramah lepak.

Sebaran produksi gula merah di Kabupaten Manggarai Barat masih didominasi oleh wilayah Kolang dan Ndoso, namun aktivitas sadap nira dan kokor gola juga ada di beberapa kampung lain seperti di Kecamatan Boleng, Macang Pacar, Mbeliling, dan Sano Nggoang. Salah satu kampung di Kecamatan Mbeliling yang masih merawat produksi gula merah dengan cara tradisional ini yaitu di Kampung Cecer, Desa Liang Ndara. Di kampung yang kini menjadi salah satu tujuan wisata desa di Manggarai Barat ini, aktivitas Kokor Gola dilakukan oleh beberapa keluarga, salah satunya adalah keluarga Pak Borgias (50 tahun).

Pada sebuah kesempatan, saya berkunjung ke tempat Pak Borgias, melihat langsung proses pembuatan Gola Dereng ala Manggarai. Dalam sehari, ia bisa memasak nira untuk hasil 6 batang gula merah. Satu batang dijual dengan harga Rp 20.000. Proses masaknya menghabiskan waktu selama lima hingga enam jam. Di wilayah Manggarai Barat, gula merah kebanyakan dibuat dalam wadah persegi panjang sehingga hasilnya berbentuk gula batangan. dalam bahasa lokal disebut Gola Malang. Nama boleh Gola Malang, namun rasanya tak ‘semalang’ namanya.

Demikianlah Kokor Gola di Manggarai. Dari nira berubah menjadi Gola Malang atau Gola Dereng. Gula Merah yang manis rasanya dan ada filosofinya. Sebagaimana filosofi Kopi Tiwus dalam cerita film Filosofi Kopi, petani Gula Merah di Manggarai sepertinya bisa berkata, walau tak ada yang sempurna, sepanjang masih bisa Kokor Gola, hidup ini begini manis adanya. Sekiranya anda berkunjung ke Labuan Bajo, pastikan Gola Dereng ada dalam keranjang kenangan yang dibawa pulang.

Foto & Narasi: Boe Berkelana

Belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi.

Komentar Anda* Nama Anda* Email Anda* Website Anda

Kontak Kami

Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.