Beranda » Sejarah & Budaya » Pasar Warloka, Kangkung dari Darat bertemu Ikan dari Laut

Pasar Warloka di Kampung Warloka, Desa Warloka, Kecamatan Komodo, mungkin merupakan salah satu dari sekian pasar di Kabupaten Manggarai Barat yang memiliki ingatan paling lengkap tentang perjumpaan orang dari gunung dan orang dari pulau. Betapa tidak, sejak puluhan tahun silam, ketika Manggarai Barat masih bergabung dengan kabupaten induk Manggarai, Pasar Warloka sedemikian tenar. Pedagang-pedagang kecil dari Nangalili, Matawae, Golo Sengang, dan sebagian dari wilayah Kecamatan Mbeliling sekarang bisa menghabiskan waktu sehari-dua hari mendaki dan menuruni gunung untuk menjual dan membeli barang di Pasar Warloka.

Pun kala saya kecil, ingatan saya masih bisa bercerita dengan baik, bagaimana beberapa orang tua dari Kampung saya, Naga-Matawae, pergi menjual kemiri di Pasar Warloka dan pulang membawa ‘Mbako Miteng’ dan garam yang berkarung anyaman daun lontar. Nama Pasar Warloka kemudian menjadi sangat akrab di telinga kecil saya kala itu.

Bertahun-tahun kemudian, barulah saya bisa menyaksikan secara langsung Pasar yang berada tepat di pesisir pantai Kampung Warloka ini. Berada dalam keramaian Pasar, ingatan saya akan ketenaran pasar ini kala kecil kembali berkelabat. Tentu sudah ada beberapa perubahan. Salah satu yang paling mencolok adalah hadirnya satu bangunan pasar tempat jualan. Bangunan ini dibangun sekitar tahun 2009. Namun bangunan ini hanya untuk pedagang pakaian. Sedangkan pedagang ikan, beras, dan sayuran masih menggunakan tenda-tenda kayu atau berbaris dan bergerombol di sekitar bangunan pasar.

Tak jauh dari keramaian Pasar, beberapa ‘Oto Kol’ dari kampung Kenari dan Labuan Bajo berhenti dan parkir. Juga tak jauh dari tempat parkir ‘Oto Kol’ itu beberapa ekor kerbau juga ‘parkir’ di bawah rindang pohon kedondong. Kerbau-kerbau itu milik pedagang beras dan pisang dari kampung sekitar Warloka.

Hal yang menarik dari Pasar ini adalah masih ‘terpeliharanya’ tradisi barter. Kangkung dari darat ditukar dengan ikan dari laut. Disebuah lorong pasar tempat tenda-tenda ikan berjejer saling berhadapan, dua-tiga-empat mama penjual sayuran menghampiri tenda penjual ikan sembari membawa satu-dua ikat kangkung atau daun singkong.

Seperti mengetahui maksud pembawa sayuran, mama-mama penjual ikan akan mengangguk jika setuju atau menggeleng jika tak berniat ikannya ditukar dengan sayuran. Sembari ditengah-tengahnya terjadi dialog romantis dalam Bahasa Bima dan Manggarai.

Begitulah, selain tradisi barter, Pasar Warloka juga menjadi ruang jumpa antara orang gunung dan orang dari Pulau. Bahasa yang dipakai di Pasar ini pun beragam. Bahasa Manggarai dialek gunung, bahasa manggarai dialek pesisir, bahasa Bima, Bahasa Bajo, dan Bahasa orang Pulau.
Sedari dulu, Pasar Warloka masih menawarkan romantisme khas pasar hingga kini.

Foto & Teks: Boe Berkelana

Belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi.

Komentar Anda* Nama Anda* Email Anda* Website Anda

Kontak Kami

Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.